Advertisement

Responsive Advertisement

Japin Tali ~ Tarian Adat Melayu

Tarian japin tali Melayu ini biasanya diadakan disetiap acara adat melayu, maupun diacara perkawinan disetiap daerah Pontianak dan sekitarnya, khususnya yang bersuku melayu.

Tarian ini menceritakan tujuh putri bersaudara, yang mana, Si Bungsu memiliki perilaku yang baik dan berbudi luhur, sehingga disayangi oleh seluruh anak negeri, berbanding dengan enam saudaranya yang lain.

Enam saudara ini merencanakan niat jahat pada Si Bungsu yang menerima ajakan ke enam saudaranya untuk bermain. Simbol kejahatan ini memperlihatkan Si Bungsu terikat tali oleh enam saudaranya, hingga terlepas oleh saudaranya sendiri.    

Koordinator Seni Budaya dan Pariwisata PFKPM Kota, Juhermi Tahir, menjelaskan, tarian ini mulai berkembang berkisar tahun 1930-an hingga 1980-an. "Setelah tahun 1980-an, tarian tradisional sudah banyak hilang. Faktor itu, disebabkan, narasumber dan pelaku tari sudah banyak almarhum," katanya. 

Selain itu, kurangnya perhatian pemerintah dan pihak terkait membuat seni tari ini mulai terkikis waktu. "Kalau pun sekarang masih ada, ini karena kreatifitas peseni saja," tambahnya.

Dikatakannya, tarian ini pernah dilestarikan di Batu Layang dan dikembangkan hingga bertahan sampai Tahun 1995. "Setelah itu tarian ini sempat tak pernah dipertunjukkan. Apalagi para penarinya telah banyak berumah tangga atau pindah," jelasnya.

Juhermi Tahir mengatakan, banyak tuah dalam tarian ini. Bilamana para penari tak berhati bersih maka simpul tali dalam tarian ini tak bisa terbuka. 

"Filosofi dari tarian ini adalah mengungkap prilaku manusia dan gambaran ikatan persaudaraan, kearifan, ketulusan, dan meminta maaf segala khilaf dan kesalahan," ujarnya.   

Tari ini, lanjutnya, mengibaratkan seperti retak air yang memang tidak putus, hubungan persaudaraan menyadarkan saudar-saudaranya akan perbuatan salah yang telah dilakukan. 

"Intinya, bahwa manusia karena hubungan persaudaraannya, tentulah tidak selamnya berlaku jahat. Ada kesinambungan untuk selalu memaafkan, karena sebenarnya manusia di dunia adalah bersauidara," papar dosen luar biasa FKIP Untan ini. 

Posting Komentar

0 Komentar